Anak nakal tak layak jujur!

Anak nakal tak layak jujur!


Begitu bagi sebagian orang. Buat saya, dia mungkin “nakal” tetapi bukan pembohong. Tidak sedikit orang yang terlihat baik justru pembohong luar biasa. Lihat saja para koruptor itu!

Bermula dari surat panggilan orang tua yang tidak terbalaskan. Orang tua dia tidak hadir, menurutnya kedua orang tuanya sedang pergi keluar kota. Saya percaya!

Beberapa rekan tidak percaya karena keterangan itu dari mulutnya. Mereka meminta saya sambangi rumah dia, anak nakal mana bisa dipercaya kata mereka. Oke sebagai pembuktian, saya jemput dia bersama rekan ke kelas. Teman-temannya tentu saja bertanya-tanya, kenapa Bu bermasalah ya, bandel emang. Rekan saya bilang “mau makan bakso sama Bu Kiky!”

Saya bonceng dengan motor, sambil sesekali mendengar navigasinya. Kami berdua sampai. Rumahnya terbuat dari anyaman bambu dan berpondasi batu.

Rumahnya tidak terkunci. Salam disampaikan, tapi tak ada jawaban dari dalam. Kok ga dikunci? Tanya saya. Kakak tadi pulang kayaknya jam 12, jawabnya. Mungkin tidak ada yang dia perlu khawatirkan apakah rumahnya bakal dimasuki maling dan kehilangan.

Anak ini sendirian. Kakaknya 19 tahun, sedang bekerja di steam motor. Saya tanya, kamu sudah makan siang? Belum katanya. Sudah sarapan? Belum juga. Lalu jajan ga di sekolah? Jajan tadi disanguin kakak 5ribu dari hasil steam motor. Patah hati saya dibuatnya.

Anak laki-laki seusia dia tentu makannya banyak. Apalagi aktivitasnya tinggi. Sebut saja pecicilan. Buat saya, dia cukup ceria. Walau sorot mata tidak pernah bohong bahwa hatinya ada luka.

Dia bilang, kadang kalau ga punya uang ngamen malem. Dia juga bilang kalau di luar ngerokok karena diberi saudaranya yang perokok dan bertato. Dia selalu berkata apa adanya pada saya. Karena itu perjanjian kami. Dia tahu saya akan mendengarkan dan tidak menghakimi.

Mungkin dia nakal, tapi bukan pembohong.

Saya belum mengenal dia sebelumnya. Saudara sepupunya yang bercerita, remaja perempuan yang juga mengamen saat malam. “Saya ngamen malem sama sodara Bu. Dia satu kelas di atas saya. Dia bilang ke saya tapi suruh pulang cepat-cepat. Katanya anak perempuan ga keluar malem”. Saya langsung pulang.

Mungkin dia nakal tapi berempati dan peduli.

Saya tanya. Kemarin sehari setelah dikasih surat kenapa ga masuk? Karena Ibu sama Bapak pergi ke Liwa, ga ada yang anter ke sekolah katanya. Sekarang dianter siapa sekolahnya? Sama kakak kalau ga nebeng tetangga yang sekolah di smk sebelah.

Kamu di rumah sama siapa? Sama kakak aja, tapi kadang sendiri. Kalau mau makan gimana? Goreng telor atau tahu.
Bu Kiky percaya kok waktu kamu bilang Ibu Bapak ga ada di rumah. Ternyata ga dipercaya itu ga enak ya, lanjut saya. Dia mengangguk dan menunduk sedih. Matanya berkaca-kaca. Kamu sedih? Saya mencari lebih dalam. Ya gitulah, jawabnya. Saya akhiri pertanyaan saya.

Apakah perlu stereotype itu dipelihara? Bukannya tugas kita untuk membantu mereka. Mungkin, dia mau Ibunya datang. Tetapi kepentingan Ibu dan Ayahnya pergi tidak bisa ditunda. Mungkin dia ingin bercerita tapi, orang tuanya sibuk mencari nafkah bekerja. Mungkin hatinya rapuh. Tapi dia tertawa supaya semuanya jadi baik-baik saja.

Yuk ke sekolah lagi, ajak saya. Kita ngebakso dulu mau? Dia menolak. Mungkin anak laki-laki ini malu harus makan dengan gurunya. Akhirnya saya hanya berpesan di atas kendaraan. Nak, yuk berubah pelan-pelan. Maukan? Mau Bu. Jawabnya lantang. Besok kalau Ibu sudah pulang, tolong sampaikan pesan ya, Bu Kiky tunggu di sekolah.

Tiba di sekolah teman-temannya bertanya lagi, Kok udah pulang bu?
Kan udah kelar ngebaksonya, kata saya. Siapa lagi mau ngebakso sama aku? Yuk!

Dia mungkin nakal. Tapi dia bukan pembohong!

NB: Saya minta dia ngebakso dengan temannya. Supaya janji saya “ngebakso” terpenuhi. Tentu saja saya modali.

Orang pengertian kalah sama yang gigih berjuang

Orang pengertian kalah sama yang gigih berjuang

Lo tahu ga? Ga selamanya pengertian akan menang. Pengalaman gue banget nih. Kemarin baru aja deal”an sama A. Yang udah la banget gigih berjuang tanya-tanya, walaupun gue sibuk. Doi ga bakal mikir gue sibuk apa enggakm tapi doi juga ga maksa gue harus jawab keputusan saat itu juga.

Beda sama B. B nunggu sampai gue bener-bener ga ada kerjaan. Nunggu gue slow. Tapi doi telat. Di hari B mau ‘deal’ ama gue. Gue udah menjawab A, karena A pantang nyerah untuk hubungi dan tanya dengan sungguh-sungguh.

Padahal kalau A dan B datang di saat yang sama, kemungkinan besar gue pilih B karena berbagai macam faktor. Tapi takdir Allah berkata lain. A gigih banget berjuang berminggu-minggu. Gue tau niatnya. Sedangkan B, ga pernah sama sekali ada omongan. Jadi, gue clueless.. Ga kebayang malah doi bakal overing something. Gue kenal B lebih lama dibanding A. Yaah, itulah kesempatan. Kalau lo emang minat untuk memdapatkan sesuatu. Please, be considered itu penting tapi. Opportunity bakal dateng dengan bentuk yang berbeda.

Yok, yok, segera kadamg lebih baik.

Dunia tidak berputar di kamu.

Dunia tidak berputar di kamu.

Seringkali kita ke ge-eran karena merasa kitalah yang paling menderita, paling diandalkan, paling dicari dan lain-lain.

Girls, dunia ga berputar di kita doang. Semua punya peran yang sama. Kalau saat itu seakan-akan apa-apa di kamu, yang emang lagi waktunya. Bukan kita yang satu-satunya penting. Tapi kita yang saat itu emang lagi dipentingin.

Kalau besok? Belum tentu. Siapa tahu peranmu selesai ya udah gitu aja. Apa kita akan berpikir, ah gara-gara gue ini, gue itu jadi akhirnya ada konspirasi menjegal dan dijegal.

Please.. tolong pahami bahwa dunia itu berputar. Ada banyak hal yang terjadi, banyak orang yang perannya ga kalah penting dari kita.

Jadi, stop seolah-olah kita the one and only yang kerja. Sedangkan yang lain ga. No! Seringkali kita liat dari luar dia ga ngapa-ngapain. Tapi ternyata outputnya lebih banyak.

Karena ternyata dia emang ga banyak omong. Tapi banyak kerja. Kalau saat ini kita merasa yang paling dibutuhkan dan paling penting. Hmm, jangan sedih karena masa itu akan berlalu dan bisa jadi kita yang tidak akan pernah dicari.

Home Literacy Entertainment; Partisipasi Mental Orang tua dalam Menumbuhkan Minat Baca Anak

Home Literacy Entertainment; Partisipasi Mental Orang tua dalam Menumbuhkan Minat Baca Anak


Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, begitu pribahasa mengibaratkan hubungan antara karakter anak dan orang tua. Kita sibuk mengkritik minat baca anak yang rendah di era milenial, berbeda dengan orang tua “zaman now” yang jarang disoroti. Anak yang besar di tahun 1990-an terbiasa melihat orang tuanya membaca koran setiap pagi dan sore. Aktivitas membaca akan sangat lekat. Anak-anak masih sibuk merengek dibelikan majalah Bobo, remaja ramai berbincang-bincang tentang majalah Aneka yess! maupun Gadis. Saling menulis dan bertukar pesan buku dairy. Bagaimana dengan anak-anak saat ini?
Saya sempat memberikan soal terbuka tentang kegemaran keluarga di rumah kepada murid kelas satu. Jawaban yang mereka berikan beragam dan diantaranya sangat menggelitik. Ayahku gemar main game, ibuku gemar chatting-an dan jawaban lainnya. Belum saya temukan jawaban gemar membaca. Rasa penasaran membuat saya menyebar kuesioner singkat yang hanya berisi dua kalimat untuk dilengkapi kepada siswa-siswi kelas 2 sampai kelas 6. Sekitar 80 siswa, hanya ada dua jawaban yang menyatakan ayahku gemar membaca koran dan ibuku gemar membaca novel, dari dua siswa yang berbeda. Minat baca bermula dari keluarga. Penelitian menunjukkan bahwa anak belajar sikap membaca yang baik sebelum memasuki usia sekolah melalui observasi, seperti melihat orang tuanya membaca koran, buku, peta, dan tanda-tanda di jalan (Vasylenko, 2017).
Orang tua adalah guru pertama. Kehadiran orang tua di rumah belum cukup untuk menumbuhkan minat baca anak tanpa diimbangi dengan partisipasi mental. Partisipasi mental (Davis, 2000) sendiri merupakan bentuk tanggung jawab dengan membacakan anak buku, bercerita, mendengarkan cerita dan terlibat secara aktif baik fisik maupun emosi. Hal yang sering terjadi adalah orang tua menuntut anak membaca, sedangkan mereka melakukan aktivitas lain. Orang tua kerap menunjukkan ekspresi negatif, seperti menertawakan anak ketika salah membaca, memarahi anak ketika belum bisa membaca, bahkan mengomentari buku bacaan yang dipilih anak ketika dianggap tidak sesuai dengan pilihan orang tua. Orang tua yang terlibat secara mental dapat membentuk lingkungan literasi di rumah.
Lingkungan literasi di rumah (home literacy environment) berperan penting dalam meningkatkan minat baca anak seperti tersedianya perpustakaan rumah, waktu membaca bersama, jurnal keluarga, dan lain-lain. Home literacy entertainment adalah penggabungan home literacy environment dan entertainment (hiburan). Fasilitas yang sudah tersedia harusnya menjadi berguna dan menyenangkan. Buku belum menjadi pilihan orang tua ketika memberikan imbalan kepada anak. Orang tua cenderung memberikan hadiah/hiburan berupa pergi ke taman hiburan, pusat perbelanjaan, membelikan mainan, atau bahkan gawai terbaru. Fitur terbaru seperti augmented reality di buku dan smart e-pen merupakan contoh teknologi modern pilihan orang tua untuk dapat meningkatkan minat baca. Kenyataannya, minat belum tertanam namun kecintaan pada gawai semakin dalam.
Hiburan yang sesungguhnya dibutuhkan anak adalah partisipasi mental orang tua saat di rumah. Kegiatan bersama orang tua contohnya membacakan buku dengan suara yang keras dan menarik (reading aloud) seperti mendongeng, membedakan intonansi suara, dan memainkan mimik wajah. Penelitian Harvard Child Development Center tentang The Still Face Experiment (Fitzgerald, 2014) mengungkapkan pentingnya mimik wajah orang tua terhadap anak. Orang tua yang tidak memberikan mimik wajah yang menyenangkan akan membuat anak tidak nyaman dan kehilangan perhatian atau minat. Membacakan buku dengan ekspresi wajah yang menarik dan suara yang keras (reading aloud) merupakan senjata yang dapat mengikat minat anak terhadap buku. Ledger dan Merga (2018) dalam penelitiannya menemukan bahwa hampir 70% anak-anak menginginkan dibacakan buku oleh orangtuanya. Membacakan buku kepada anak menumbuhkan keberanian anak untuk dapat membaca sendiri, kelekatan kepada buku, dan tentunya menumbuhkan minat membaca di masa depan. Menginginkan anak memiliki minat baca tanpa berpartisipasi secara mental adalah laksana mencari sungai yang tiada berhulu.


Daftar Pustaka
Davis, Keith. 2000. Human Relations at Work The Dinamik Of Organization Behavior. New York: McGraw-Hill Book Company.
Fitzgerald, Dr. Brenda. 2014. Improving Early Child Development with Words. [Tedx Talk Seminar: at TEDxAltanta]. Tersedia online http://youtu.be/y8qc8Aa3weE. Diakses 24 Agustus 2019.
Ledger, S., & Merga, M. K. 2018. Reading Aloud: Children’s Attitude toward being Read at Home and at School. [Australian Journal of Teacher Education]. Vol 43(3). Tersedia online http://ro.edu.au/ajte/vol43/iss3/8. Diakses 30 Agustus 2019.
Vasylenko, Olena V. 2017. The Parents’ Role in Helping Children to Develop Reading Skills. [Scientific Articles]. Vol. 12 no 4(46). Tersedia online: http://cejsh.icm.edu.pl/. Diakses 07 Agustus 2019.

Be Strong

Be Strong

Jika lelah beristirahatlah.

Jika penat bernyanyilah.

Lenggangkan semua gelisahmu, hingga terurai satu persatu.

Be strong doesn’t mean you can’t cry.

Be strong doesn’t mean you beat everyone.

Be strong with your own anger, be strong from your own regrets.

Jika kakimu terseok, bersandarlah.

Jika hatimu terluka, basuhlah.

Jika jalan mulai tak terarah, mungkin inilah saatnya kembali menengadah

Bersujud, merukuk, dan mengadu.

Segala kekecewaan hadir karena pengharapan yang rimpang.

Mula tak rugi kembali tak berarti. Melangkah menepi, menghayati diri. Pasti suatu hari kan pergi. Sendiri.

With WordPress

With WordPress

Setelah seminggu ga punya hape.. sepi dan rindu sama dunianya maya. Akhirnya googling dan read postingan lama di blog.

Ternyata ga kerasa, sudah 5 tahun bersama wordpress. The one and only blog yang masih hidup diantara blog lainnya..

Bisa sekomit itu ya gue. Biasanya mentok 2 tahun wassalam.

Kalo diliat lagi, ternyata semua kembali ke niat. Dulu buat wordpress ini cuma untuk share dan sebagai coping stress.. metode yang ampuh emang coping stress dengan menulis.

Niat yang tulus membawa hubungan ke arah yang berbeda. Sama halnya dengan pekerjaan, rumah, pertemanan dan lain sebagainya.

Bagaimanakah niat kita ketika memulai sesuatu? Tujuannya akhiratkah? Atau masih membayangi dunia?

Allah Maha Adil. Apa yang kita tanam itu yang kita tuai. Kecuali ada orang lain yang allah perintahkan untuk menghibahkan atau memberikan suatu hasil panen tang berbeda.

Dear wordpress. Terima kasih sudah menjadi media pelepas lelah. Hehe. Penat dan kerinduan untuk teman-teman nan jauh di sana.

Be with me until the day i close my eyes ya..

Kekecewaan.

Kekecewaan.

Bukan kali pertama ini kecewa.

Masih saja banyak berharap dan menghasilkan luka.

Bukan kali pertama ini kecewa.

Masihkah berharap pada manusia?

Kelelahan pada dunia akan terbayar, nanti tiba saatnya akan terbaring sendiri.

Menghitung semua hasil dari yang diuji.

Pada siapa lagi berharap, jika Tuhanlah pemilik alam semesta.

Pada siapa lagi meminta, kalau nafas saja tak menjadi kuasa kita.

Kecewa itu biasa, pada orang-orang yang berharap dengan manusia.

Kecewa itu tak pernah ada, jika hanya berharap pada Allah semata.

Koreksi diri, perbaiki hati, tentukan tujuan pada yang hakiki.

Hingga nanti nafas terhenti.

Tersenyumlah, tersenyumlah karena kekecewaan tak kan pernah abadi 😇

Seminung

Seminung

Seminung di kala dibi.

Keindahan yang tak terganti.

Berpandang, tersenyum lalu menghamba pada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Seminung di kala dibi.

Membawa hati rindu tak terperi.

Jumpa lagi riuh berlari mencari jalan melindungi diri sendiri.

Seminung di kala dibi.

Suatu saat akan terganti.

Pada pemilik jiwa yang hakiki.